Wisatawan melihat pemandangan Danau Toba dari puncak Simalem Resort. |
KABAR ASAHAN.com - Menarik dikaji ternyata nama Danau Toba bukan berasal dari bahasa tuturan orang batak sendiri. Selama periode tanah batak masih dikunjungi para misionaris Jerman, sebutan Toba sendiri tidak pernah ada dan tidak pernah tertulis.
Jawaban dari mana datangnya sebutan Danau Toba sedikit bisa terungkap melalui tulisan ini. Hal ini dipaparkan sejarawan Universitas Negeri Medan (Unimed) Dr. Phil Ichwan Azhari yang melakukan penelitian arsip langsung di Jerman.
Ichwan yang menyebut dirinya patik (saya) bercerita di akun Facebook miliknya saat melakukan perburuan arsip kuno di Jerman tahun 2010 yang lalu.
Ketika patik melakukan riset pada musim dingin dengan salju turun membosankan pada Oktober-Nopember 2010 di Wuppertal, patik lebih sering mengurung diri dan memanfaatkan jam istirahat siang dengan memburu ratusan peta-peta kuno Arsip Misionaris Barmen.
Sering patik merasa direktur Arsip, Herrn Wolfgang Apelt yang sangat ramah, terganggu atas berbagai permintaan patik mencarikan peta-peta kuno Toba saat menjelang jam istirahatnya tiba.
“Nehmen Sie diese Landkarte. Aber Jetz Pause. Ich moechte Mittagessen” .
Herrn Apelt sambil pergi Mittagessen memberikan RMG Bericht edisi Agustus 1878 yang di dalamnya Lembaga Penginjil Jerman (RMG, Rheinische Mission-Gesellschaft) mengumumkan sebuah peta penting yang kini sangat menarik bagi
kajian sejarah, antropologi ataupun geografi kuno tentang kawasan sekitar Danau Toba. Dalam peta ini patik amati tidak ada disebut kata Batak dan Toba.
Uniknya, danau ini waktu itu namanya bukan Danau Toba. Sang musafir antropolog yang membuat peta ini mencatat dengan detail ucapan para key informannya orang Toba berdasar tradisi lokal dan mengklarifikasinya dengan misionaris Jerman yang sudah lama ada di situ. Nama asli danau Toba yang sebenarnya yang dicantumkan dalam peta ini jelas patik baca adalah Tao Si Lalahi, Tao Muara dan Tao Balige.
Patik amati judul petanya tertera dalam bahasa Jerman : “Die Landschatt Toba auf Sumatra von Silindung bis zum Tao” (Kawasan Toba di Pulau Sumatra dari Silindung sampai Tao). Pembuat peta bahkan tidak mengganti istilah Tao dengan See (Danau dalam bahasa Jerman) dan ini bagi patik memperlihatkan bahwa dikawasan Toba ada danau yang bukan bernama Danau Toba tapi ada tiga Tao : Silalahi, Tao Muara dan Balige.
Skala peta tidak disebutkan tapi patik lihat, garis jarak tempuh perjam jalan kaki dicantumkan. Betapa uniknya waktu itu, berhari-hari orang Jerman ini naik turun gunung susuri lembah dan tepian danau membuat peta dan mencatat jarak tempuhnya perjam jalan kaki. Mau pakai GPS belum pula punya waktu itu.
Patik tahu bahwa peta-peta RMG sebelumnya selalu menyebut nama Franz William Junghuhn (ahli geologi dan botani Jerman yang berada di kawasan Toba ini tahun 1840-1841) sebagai dasar sumber peta para misionaris awal. Tapi dalam peta kali ini nama Junghuhn tidak ada disebut.
Dr. Phil Ichwan Azhari
Pada Jam istirahat (Pause) Arsip sebenarnya tutup, tapi saya membandel dan sambil menutup pintu ruang Arsip (mungkin dengan jengkel) tetap dibiarkannya patik bekerja diruang baca, membanding-bandingkan peta dengan naskah dan memikirkan keunikan data di peta-peta itu.Herrn Apelt sambil pergi Mittagessen memberikan RMG Bericht edisi Agustus 1878 yang di dalamnya Lembaga Penginjil Jerman (RMG, Rheinische Mission-Gesellschaft) mengumumkan sebuah peta penting yang kini sangat menarik bagi
kajian sejarah, antropologi ataupun geografi kuno tentang kawasan sekitar Danau Toba. Dalam peta ini patik amati tidak ada disebut kata Batak dan Toba.
Uniknya, danau ini waktu itu namanya bukan Danau Toba. Sang musafir antropolog yang membuat peta ini mencatat dengan detail ucapan para key informannya orang Toba berdasar tradisi lokal dan mengklarifikasinya dengan misionaris Jerman yang sudah lama ada di situ. Nama asli danau Toba yang sebenarnya yang dicantumkan dalam peta ini jelas patik baca adalah Tao Si Lalahi, Tao Muara dan Tao Balige.
Patik amati judul petanya tertera dalam bahasa Jerman : “Die Landschatt Toba auf Sumatra von Silindung bis zum Tao” (Kawasan Toba di Pulau Sumatra dari Silindung sampai Tao). Pembuat peta bahkan tidak mengganti istilah Tao dengan See (Danau dalam bahasa Jerman) dan ini bagi patik memperlihatkan bahwa dikawasan Toba ada danau yang bukan bernama Danau Toba tapi ada tiga Tao : Silalahi, Tao Muara dan Balige.
Skala peta tidak disebutkan tapi patik lihat, garis jarak tempuh perjam jalan kaki dicantumkan. Betapa uniknya waktu itu, berhari-hari orang Jerman ini naik turun gunung susuri lembah dan tepian danau membuat peta dan mencatat jarak tempuhnya perjam jalan kaki. Mau pakai GPS belum pula punya waktu itu.
Patik tahu bahwa peta-peta RMG sebelumnya selalu menyebut nama Franz William Junghuhn (ahli geologi dan botani Jerman yang berada di kawasan Toba ini tahun 1840-1841) sebagai dasar sumber peta para misionaris awal. Tapi dalam peta kali ini nama Junghuhn tidak ada disebut.
Patik mencoba membandingkan peta RMG ini dengan peta lain yang patik bawa dari tempat lain, berjudul Kartenskizzen der Nordlichen Battalaender und des Toba Sees (Peta Tanah Batak Utara dan Danau Toba) yang dibuat oleh antropolog dan pengelana Jerman Dr.B.Hagen tahun 1883.
Dalam peta ini dijelaskannya bahwa pembuatan peta dilakukan berdasarkan pengamatan langsung melalui rute jalan kaki, yang membuat patik kagum karena lamanya 24 hari jalan kaki dari tanggal 2 sampai 26 Desember 1883.
Dalam peta Hagen, patik amati nama pulau Samosir bukan Samosir tapi yang ada nampak jelas ditulis Toba Pulo. Jadi pertanyaan, sejak kapan pulau Samosir dan komunitas samosirnya muncul dalam dokumen, peta dan arsip misionaris Jerman?
Patik mendapat kesan Hagen tidak menggunakan, paling tidak, kurang mempedulikan peta RMG saat membuat peta hasil riset jalan kaki 24 hari ini. Hagen jalan dengan naluri antropologinya dan mencatat keterangan dari informan untuk dibubuhkan di petanya.
Dalam peta Dr. B. Hagen ini menariknya tidak disebut istilah Tao tapi istilah yang lain yang didapatnya dari informannya yakni Aek, sehingga disebutkan istilah Aek Silalahe untuk salah satu sudut danau dan tidak ada istilah lokal untuk Danau Toba.
Juga menarik ada istilah Laut Daur yang waktu itu tak sempat patik cari apakah ada peta lain yang menggunakan istilah Laut Daur ini. Mengapa ada Laut Daur dalam peta Hagen di Danau Toba waktu itu? Apa maksudnya?
Sebelumnya istilah Toba See (dalam bahasa Jerman artinya Danau Toba) diperkenalkan dalam peta resmi misionaris Jerman tahun 1876 yang tertera dalam buku Mission Atlas (Barmen,1878). Dalam peta 1876 istilah Jerman (Toba See) di peta masih berdampingan dengan istilah asli lokal Tao Silalahi, Tao Balige, Tao Muara.
Dalam peta ini dijelaskannya bahwa pembuatan peta dilakukan berdasarkan pengamatan langsung melalui rute jalan kaki, yang membuat patik kagum karena lamanya 24 hari jalan kaki dari tanggal 2 sampai 26 Desember 1883.
Dalam peta Hagen, patik amati nama pulau Samosir bukan Samosir tapi yang ada nampak jelas ditulis Toba Pulo. Jadi pertanyaan, sejak kapan pulau Samosir dan komunitas samosirnya muncul dalam dokumen, peta dan arsip misionaris Jerman?
Patik mendapat kesan Hagen tidak menggunakan, paling tidak, kurang mempedulikan peta RMG saat membuat peta hasil riset jalan kaki 24 hari ini. Hagen jalan dengan naluri antropologinya dan mencatat keterangan dari informan untuk dibubuhkan di petanya.
Dalam peta Dr. B. Hagen ini menariknya tidak disebut istilah Tao tapi istilah yang lain yang didapatnya dari informannya yakni Aek, sehingga disebutkan istilah Aek Silalahe untuk salah satu sudut danau dan tidak ada istilah lokal untuk Danau Toba.
Juga menarik ada istilah Laut Daur yang waktu itu tak sempat patik cari apakah ada peta lain yang menggunakan istilah Laut Daur ini. Mengapa ada Laut Daur dalam peta Hagen di Danau Toba waktu itu? Apa maksudnya?
Sebelumnya istilah Toba See (dalam bahasa Jerman artinya Danau Toba) diperkenalkan dalam peta resmi misionaris Jerman tahun 1876 yang tertera dalam buku Mission Atlas (Barmen,1878). Dalam peta 1876 istilah Jerman (Toba See) di peta masih berdampingan dengan istilah asli lokal Tao Silalahi, Tao Balige, Tao Muara.
Dengan demikian karena bukan berasal dari bahasa lokal, maka Danau Toba sebenarnya nama yang dikonstruksi dari luar (Jerman), baru kemudian diterjemahkan ke bahasa Inggris (Lake Toba) dan belakangan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Danau Toba. Sementara Tao Toba tidak dikenal dalam istilah asli.
Patik tertanya-tanya waktu itu, kenapa para misionaris Jerman ini merubah nama asli danau (dari 3 Tao itu) menjadi nama baru Danau Toba (Toba See) dalam peta dan kebijakan RMG? Apa kepentingan yang mereka dapatkan dan kenapa pemerintah Belanda mengikuti perubahan nama itu? Apakah Herrn Apelt yang brewokan dan sedang Mittagessen itu dapat menjawabnya? Waktu itu, tak berani patik tanyakan, dari pada makin dongkol dia patik ganggu terus jam istirahat makan siangnya.
Patikpun terus lupa, apalagi waktu itu patik lagi di kejar-kejar hutang oleh Profesor Uli Kozok dari Hawaii yang terus-menerus menagih kata pengantar patik untuk bukunya yang sangat kontroversial (Utusan Damai di Kemelut Perang) yang sedang proses masuk cetak. Patikpun melupakan pertanyaan itu bertahun-tahun kemudian. Sampai hari ini.
Berdasar peta-peta RMG yang sekarang patik bawa (dan sekarang dapat diakes di Lembaga Arsip Sumatera di Medan), bukankah sebenarnyalah, nama Danau Toba itu benar-benar asli buatan Jerman? Int
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.