Tiga pria menjadi korban pemerasan dengan motif pijat plus-plus yang berada di kawasan Jalan KH Wahid Hasyim Medan.
Ketiga pria yang masing-masing berinisial, W, L dan A menjadi korban setelah tertarik dengan penawaran yang cukup murah.
Salah seorang korban W yang berprofesi sebagai driver online mengatakan bahwa dirinya menjadi korban setelah pelaku memanggil dirinya usai mengantar penumpang.
"Saya saat itu pulang dari arah Jalan Diski menuju Jalan Wahid Hasyim berencana kembali ke kos Jalan Sisingamangaraja.
Namun saat di Jalan Wahid Hasyim saya dipanggil seorang wanita lalu menawarkan kusuk plus-plus.
Karena saat itu uang saya cuma ada Rp 50 ribu, wanita itu pun menyanggupi dengan alasan biar ada buka dasar," jelasnya saat diwawancarai Tribun Medan, Minggu (25/8/2019).
Lebih lanjut dijelaskan pria berusia 22 tahun ini, setelah dirinya terbujuk rayuan sang eksekutor (wanita).
Kemudian ia dibawa menuju ke salah satu tempat indekos yang tak jauh dari kawasan Simpang Barat.
"Setelah sampai di kos, saya dikusuk seorang wanita, usai dari itu tiba-tiba masuk laki-laki dan perempuan itu minta uang sebanyak Rp 700 ribu.
Karena saya tidak ada uang, teman laki-laki wanita itu memberi solusi gadai sepeda motor saya di salah satu tempat.
Kereta Honda Vario saya digadai seharga Rp 1 juta, namun pelaku mengambil uang Rp 600 dan sisanya ditukar sabu.
Sementara saya diberi uang Rp 50 ribu untuk naik becak pulang ke kos," ungkap pria berkepala plontos ini.
Namun, lanjut W, karena dirinya malu dengan masalah yang dihadapinya.
Ia pun mengatakan tidak membuat laporan melainkan menebus sepeda motornya.
"Saya malu, jadi orang tua saya memutuskan untuk menebus sepeda motor saya saja.
Begitu kejadian saya alami," jelas pria perantauan ini.
Tidak hanya W, namun serupa juga dialami L, yang juga menjadi korban pemerasan dengan motif kusuk plus-plus.
L mengatakan bahwa awalnya ia kenal dari aplikasi Michat.
Setelah chating diajak ketemuan dengan berbagai modus yakni pijat.
"Nah, setelah ketemu di tempat yang dijanjikan. Dan masuk ke dalam kamar seolah-olah itu cewek mendadak hyper sexy.
Beberapa menit kemudian tiba-tiba ada seorang laki-laki mirip perempuan keluar dari toilet atau balik gorden.
(Karena saat kita masuk lampu kamar sudah mati).
Nah di situlah mulai dilakukan pemerasan," katanya saat dihubungi Tribun Medan/www.tribun-medan.com, melalui WhatsApp.
Bahkan menurut L, mereka tidak segan-segan memukul.
"Segala upaya dilakukan mereka mulai dari mop (ancaman) memeras dan menakuti-menakuti.
Kalau yang saya alami, masing-masing punya peran berbeda.
Cewek pertama, sebagai umpan. Cewek kedua tukang pukul.
Dan banci sebagai penghasut," jelasnya.
"Mereka minta uang atau jaminan apalah.
Entah itu HP, motor atau lain sebagainya.
Mereka akan mangil temen lainya dari kamar sebelah untuk mengogap.
Saya kemaren mau pijat dengan perjanjian Rp 100 ribu.
Tapi itu, kita tanpa busana begitu juga dengan si cewek.
Itu sebagai syarat.
Untuk kamar telah disediakan oleh laki-laki berwatak perempuan itu.
Saya tidak bisa buat LP dikarenakan saya tidak jadi uang keluar karena sudah sempat ribut," lanjut L.
Setelah kejadian tersebut, L mengaku bahwa dirinya juga menyelidiki motif-motif seperti yang dialaminya.
"Kalau saya rasa komplotan mereka ini seperti sudah biasa berurusan dengan polisi.
Karena saat kejadian kemarin mereka gak takut saat saya hendak membuat laporan.
Mereka ini biasanya ngumpul di Gran Central lantai V, Sriwijaya lantai III, rame mereka di situ," ungkapnya.
Motif dengan menggunakan media online sebagai wadah transaksi terbilang sangat besar perannya.
Hal tersebut juga dialami korban lainnya yang berinisial A pada Kamis (22/8/2019) lalu.
Dirinya menjadi korban setelah berkenalan dengan seorang wanita di aplikasi Michat.
"Awalnya aku kenal lewat michat.
Dia open BO di situ.
Jadi aku chat dia, open ga hari ini ? Kata dia , iya bang. Mau kapan bang?
Jadi saya bilang sekarang bisa," ucapnya.
Setelah komunikasi tersebut, A mengaku bahwa dirinya pun melakukan transaksi terkait tarif.
"Terus aku tanya harga.
Dia buka Rp 600 ribu.
Karena mahal sekali aku minta kurang menjadi 200.
Wanita tersebut menyanggupinya.
Setelah ketemu dan kusuk tiba-tiba ia marah karena aku kasih Rp 200 ribu.
Jadi dibilangnya, gak segini lah bang. Cuma uang kamar aja ni Rp 200 ribu.
Namanya aku mesan dia, tamu kan?
Kalau dari awal dia bilang di aplikasi harga berbeda kan pasti ku tolak.
Dia gak terima aku bayar 200.
Setelah aku keluar, ku liat udah rame sama germonya," kata A.
Saat disinggung soal berapa orang yang menjumpai korban.
A mengaku sekitar tujuh sampai delapan orang.
A juga mengaku ingat dengan ciri-cirinya.
"Ada yang tatoan.
Cewek itu ngomong, udah bang, bayar aja.
Nanti abang bulat di sini.
Atau panjang urusannya ke Medan Baru, karena kasus asusila.
Kasih aja jaminan, jika tidak ada duit Rp 1 juta.
Terakhir aku terpaksa mengasih uang Rp 1 juta.
Mendengar ancaman mereka pada saat itu bahwa kejadian serupa sering terjadi bahkan ada gadai sepeda motor bahkan cerai dari istri," pungkasnya.
Terkait tiga korban yang diduga korban pemerasan dengan kedok kusuk plus-plus.
Tribun Medan kemudian mencoba konfirmasi terkait hal tersebut kepada Kasatreskrim Polrestabes Medan AKBP Putu Yudha Prawira.
Ia mengatakan bahwa akan mencoba kroscek apakah ada laporan kasus seperti itu.
"Saya cek apakah ada laporan seperti itu.
Apakah korban-korban lain sudah membuat LP belum?," jawabnya sembari menanya informasi yang telah diberikan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Kapolsek Medan Baru Kompol Martuasah Tobing.
"Siap akan kita cek," pungkasnya.
Kasus Pidana
Dirut LBH Medan Ismail Lubis mengatakan, tindakan demikian sudah merupakan tindak pidana.
Untuk itu para korban harus segera melaporkan ke pihak kepolisian agar diproses secara hukum pidana dan di tangkap seluruh komplotannya.
Karena itu harusnya ada komplotannya.
"Kemudian dinas pariwisata Kota Medan harus melakukan pemeriksaan ijin tersebut.
Jika ada, kami berharap harus dicabut dan ditutup. Karena itu juga sudah termasuk menyalah gunaakan ijin ya.
Yang mengarah kepada tindak pidana, sehingga kedepan tidak ada lagi korban dan tidak mencoreng nama baik Kota Medan," jelasnya saat dihubungi melalui WhatsApp, Minggu (26/8/2019).
Terkait hal tersebut, sambung Ismail, untuk itu berharap agar pemerintah Kota Medan tegas dengan tempat-tempat beginian.
"Agar orang nyaman berwisata di Kota Medan.
Harusnya ditutup saja itu tempat.
Ya jika mereka memang masih mau menyediakan tempat demikian, ya harus komitment tidak akan menyediakan tempat plus-plus.
Tidak ada melakukan pelanggaran hukum seperti melakukan pemerasan dan juga pengawasannya harus diperketat oleh dinas terkait," pungkasnya [BUN]
Ketiga pria yang masing-masing berinisial, W, L dan A menjadi korban setelah tertarik dengan penawaran yang cukup murah.
Salah seorang korban W yang berprofesi sebagai driver online mengatakan bahwa dirinya menjadi korban setelah pelaku memanggil dirinya usai mengantar penumpang.
"Saya saat itu pulang dari arah Jalan Diski menuju Jalan Wahid Hasyim berencana kembali ke kos Jalan Sisingamangaraja.
Namun saat di Jalan Wahid Hasyim saya dipanggil seorang wanita lalu menawarkan kusuk plus-plus.
Karena saat itu uang saya cuma ada Rp 50 ribu, wanita itu pun menyanggupi dengan alasan biar ada buka dasar," jelasnya saat diwawancarai Tribun Medan, Minggu (25/8/2019).
Lebih lanjut dijelaskan pria berusia 22 tahun ini, setelah dirinya terbujuk rayuan sang eksekutor (wanita).
Kemudian ia dibawa menuju ke salah satu tempat indekos yang tak jauh dari kawasan Simpang Barat.
"Setelah sampai di kos, saya dikusuk seorang wanita, usai dari itu tiba-tiba masuk laki-laki dan perempuan itu minta uang sebanyak Rp 700 ribu.
Karena saya tidak ada uang, teman laki-laki wanita itu memberi solusi gadai sepeda motor saya di salah satu tempat.
Kereta Honda Vario saya digadai seharga Rp 1 juta, namun pelaku mengambil uang Rp 600 dan sisanya ditukar sabu.
Sementara saya diberi uang Rp 50 ribu untuk naik becak pulang ke kos," ungkap pria berkepala plontos ini.
Namun, lanjut W, karena dirinya malu dengan masalah yang dihadapinya.
Ia pun mengatakan tidak membuat laporan melainkan menebus sepeda motornya.
"Saya malu, jadi orang tua saya memutuskan untuk menebus sepeda motor saya saja.
Begitu kejadian saya alami," jelas pria perantauan ini.
Tidak hanya W, namun serupa juga dialami L, yang juga menjadi korban pemerasan dengan motif kusuk plus-plus.
L mengatakan bahwa awalnya ia kenal dari aplikasi Michat.
Setelah chating diajak ketemuan dengan berbagai modus yakni pijat.
"Nah, setelah ketemu di tempat yang dijanjikan. Dan masuk ke dalam kamar seolah-olah itu cewek mendadak hyper sexy.
Beberapa menit kemudian tiba-tiba ada seorang laki-laki mirip perempuan keluar dari toilet atau balik gorden.
(Karena saat kita masuk lampu kamar sudah mati).
Nah di situlah mulai dilakukan pemerasan," katanya saat dihubungi Tribun Medan/www.tribun-medan.com, melalui WhatsApp.
Bahkan menurut L, mereka tidak segan-segan memukul.
"Segala upaya dilakukan mereka mulai dari mop (ancaman) memeras dan menakuti-menakuti.
Kalau yang saya alami, masing-masing punya peran berbeda.
Cewek pertama, sebagai umpan. Cewek kedua tukang pukul.
Dan banci sebagai penghasut," jelasnya.
"Mereka minta uang atau jaminan apalah.
Entah itu HP, motor atau lain sebagainya.
Mereka akan mangil temen lainya dari kamar sebelah untuk mengogap.
Saya kemaren mau pijat dengan perjanjian Rp 100 ribu.
Tapi itu, kita tanpa busana begitu juga dengan si cewek.
Itu sebagai syarat.
Untuk kamar telah disediakan oleh laki-laki berwatak perempuan itu.
Saya tidak bisa buat LP dikarenakan saya tidak jadi uang keluar karena sudah sempat ribut," lanjut L.
Setelah kejadian tersebut, L mengaku bahwa dirinya juga menyelidiki motif-motif seperti yang dialaminya.
"Kalau saya rasa komplotan mereka ini seperti sudah biasa berurusan dengan polisi.
Karena saat kejadian kemarin mereka gak takut saat saya hendak membuat laporan.
Mereka ini biasanya ngumpul di Gran Central lantai V, Sriwijaya lantai III, rame mereka di situ," ungkapnya.
Motif dengan menggunakan media online sebagai wadah transaksi terbilang sangat besar perannya.
Hal tersebut juga dialami korban lainnya yang berinisial A pada Kamis (22/8/2019) lalu.
Dirinya menjadi korban setelah berkenalan dengan seorang wanita di aplikasi Michat.
"Awalnya aku kenal lewat michat.
Dia open BO di situ.
Jadi aku chat dia, open ga hari ini ? Kata dia , iya bang. Mau kapan bang?
Jadi saya bilang sekarang bisa," ucapnya.
Setelah komunikasi tersebut, A mengaku bahwa dirinya pun melakukan transaksi terkait tarif.
"Terus aku tanya harga.
Dia buka Rp 600 ribu.
Karena mahal sekali aku minta kurang menjadi 200.
Wanita tersebut menyanggupinya.
Setelah ketemu dan kusuk tiba-tiba ia marah karena aku kasih Rp 200 ribu.
Jadi dibilangnya, gak segini lah bang. Cuma uang kamar aja ni Rp 200 ribu.
Namanya aku mesan dia, tamu kan?
Kalau dari awal dia bilang di aplikasi harga berbeda kan pasti ku tolak.
Dia gak terima aku bayar 200.
Setelah aku keluar, ku liat udah rame sama germonya," kata A.
Saat disinggung soal berapa orang yang menjumpai korban.
A mengaku sekitar tujuh sampai delapan orang.
A juga mengaku ingat dengan ciri-cirinya.
"Ada yang tatoan.
Cewek itu ngomong, udah bang, bayar aja.
Nanti abang bulat di sini.
Atau panjang urusannya ke Medan Baru, karena kasus asusila.
Kasih aja jaminan, jika tidak ada duit Rp 1 juta.
Terakhir aku terpaksa mengasih uang Rp 1 juta.
Mendengar ancaman mereka pada saat itu bahwa kejadian serupa sering terjadi bahkan ada gadai sepeda motor bahkan cerai dari istri," pungkasnya.
Terkait tiga korban yang diduga korban pemerasan dengan kedok kusuk plus-plus.
Tribun Medan kemudian mencoba konfirmasi terkait hal tersebut kepada Kasatreskrim Polrestabes Medan AKBP Putu Yudha Prawira.
Ia mengatakan bahwa akan mencoba kroscek apakah ada laporan kasus seperti itu.
"Saya cek apakah ada laporan seperti itu.
Apakah korban-korban lain sudah membuat LP belum?," jawabnya sembari menanya informasi yang telah diberikan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Kapolsek Medan Baru Kompol Martuasah Tobing.
"Siap akan kita cek," pungkasnya.
Kasus Pidana
Dirut LBH Medan Ismail Lubis mengatakan, tindakan demikian sudah merupakan tindak pidana.
Untuk itu para korban harus segera melaporkan ke pihak kepolisian agar diproses secara hukum pidana dan di tangkap seluruh komplotannya.
Karena itu harusnya ada komplotannya.
"Kemudian dinas pariwisata Kota Medan harus melakukan pemeriksaan ijin tersebut.
Jika ada, kami berharap harus dicabut dan ditutup. Karena itu juga sudah termasuk menyalah gunaakan ijin ya.
Yang mengarah kepada tindak pidana, sehingga kedepan tidak ada lagi korban dan tidak mencoreng nama baik Kota Medan," jelasnya saat dihubungi melalui WhatsApp, Minggu (26/8/2019).
Terkait hal tersebut, sambung Ismail, untuk itu berharap agar pemerintah Kota Medan tegas dengan tempat-tempat beginian.
"Agar orang nyaman berwisata di Kota Medan.
Harusnya ditutup saja itu tempat.
Ya jika mereka memang masih mau menyediakan tempat demikian, ya harus komitment tidak akan menyediakan tempat plus-plus.
Tidak ada melakukan pelanggaran hukum seperti melakukan pemerasan dan juga pengawasannya harus diperketat oleh dinas terkait," pungkasnya [BUN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.